"cinta adalah kekuatan yang mampu... ~mengubah duri jadi mawar,~mengubah cuka jadi anggur,~mengubah malang jadi untung,~mengubah sedih jadi riang,~mengubah sakit jadi sihat,~mengubah bakhil jadi dermawan,~mengubah padang jadi taman,~mengubah penjara jadi istana,~mengubah amarah jadi ramah,~mengubah musibah jadi muhibbah... itulah cinta..semuanya dianggap indah.."

Wednesday, March 16, 2011

peristiwa SUP SEMALAM

kesian sunggu pada SUP SEMALAM...
SUP SEMALAM.....
mesti la basi, busuk...
saper lagi nak usik...... makan.......
senang-senang je dibuang orang...
longkang lah martabatnya terbaiknya

SUP...
SEMALAM panas2 lagi
berebut orang nak jamah
bahkan ada yang x segan2 nak hirup
hahahaha kelakor pulak bila tengok2

SEMALAM...
SUP tu cukup menaikkan selera
baunya cukup best pada yang gemar
panas lagi... mesti la best...:-)
tapi bila dah lama... SUP pun sejuk
bau pun dah tak menarik...
orang pun tak sedar yang SUP tu ada kat dapur
yang gemar pun boleh lupa akan adanya SUP tu

kesian SUP SEMALAM

kalau rajin dipanaskan...
tak lah jadi macam tu
kata pakar2 SUP, lagi dipanaskan lagi lah sedap..
ye ke...? :-)
tapi rajin ke orang nak panaskan selalu...
nak jengok pun ke dapur pun payah
tapi bila ada orang lain yang tolong panaskan
mulalah nak mengusung mangkuk plastik oren ke muka periuk
bibir moncong 5 inci kepala ketar setiap kali menghirup SUP

ish ish ish.....

ape lah nasib SUP ni..
SEMALAM nak buang sayang
masih boleh makan
takut orang kata membazir nikmat ALLAH
nak panaskan!!!!...mintak maaf lah...
bukan kerja aku
ha.... hari ni dah basi... busuk... muka berkuping-kuping putih
saper yang nak....????
apa lagi.........
BUANG...............!!!!!!!!!!
dengan segala hormatnya KAU ke longkang

nasib KAU lah SUP....

makcik sorang tu kata
"hari-hari makan SUP"
hai.... macam puas je bunyi nyer makcik ni!
ye lah kot...
mungkin dah jemu...
sesekali nak jugak yang rasa yang lain
mungkin nikmat SUP ni akan terserlah
bila dia cuba makan lain...
dia akan kembali rindu pada SUP
yang selama ini menjadi kegemaran makcik ni
apa lagi nak kata....
itu lah manusia...
SUP SEMALAM jugak yang jadi mangsa
 
( penulis : abuabqory) 

JADILAH SEPERTI AZIZAH...!!! (Part ke-2)

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Dari seluruh keluargaku, aku hanya melihat Doni yang begitu bangga melihatku menikahi Azizah. Ia bahkan bercita-cita sepertiku. Ia istrinya berpakaian sepertti istriku. Dan terbukti, ia dan keluarganya kini rajin mengikuti berbagai majlis ilmu yang juga aku hadiri bersama Azizah.

Selain Doni, kebanyakan mereka bersikap apatis terhadapku dan terhadap Azizah, istriku. Harun dan Sari (mereka berdua kakak kandungku) juga demikian paman-pamanku lebih lagi.

“Pakaian istrimu itu berlebihan, tak cocok diterapkan di negeri kita…” ungkap Sari suatu saat. Ia juga sebenarnya sering mengenakan jilbab. Tapi hanya sejenis kerudung yang tak sempurna menutupi kepala dan rambut kepalanya, dengan setelan baju dan celana yang ketat, yang memamerkan lekak-lekuk tubuhnya. Kami menyebutnya, jilbab gaul.

“Soal cocok gak cocok, kan gak bisa diukur dengan kebiasaan orang banyak bukan?” protesku.

“Di mana kita hidup, ya kita harus bisa mengikuti kebiasaan orang di situ..” jawab sari.

“Gak, itu gak benar…” aku menyanggah ucapan kakakku itu.

“Dalam Al-Qur’an disebutkan, : “Kalau engkau memperturuti (keyakinan atau amalan) kebanyakan manusia di bumi ini, pasti mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”(Qs. Al-An’aam: 116)

Perdebatan semacam itu, sering terjadi di antara kami. Meski berulang-ulang dijelaskan, tapi tetap saja mereka berpandangan miring terhadap Azizah. Apalagi, berbagai berita tak sedap seputar penangkapan teroris yang disorot media yang menampilkan istri-istri mereka bercadar, semakin memperburuk citra Azizah di mata mereka.

Para pelaku teroris itu jelas orang-orang yang keliru memahami islam dalam banyak hal. Tapi, saat mereka memerintahkan istri-istri mereka menutup aurat, itu bukanlah kekeliruan.

Namun hal itu tidak dimengerti oleh kebanyakan keluargaku. Maka saat kami berkumpul dalam acara keluarga yang sering kami adakan untuk mempererat hubungan persaudaraan di antara kami, Azizah sering kali dipinggirkan. Sedikit sekali di antara mereka yang mau bersapa ramah dengan Azizah, mengajaknya ngobrol atau menjalin keakraban dengannya. Padahal Azizah adalah istriku, adalah bagian dari keluarga besar kami juga.

Selama tiga bulan pernikahan kami, sudah dua kali kami melakukan pertemuan keluarga. Di dua pertemuan itu, hatiku teriris bila melihat sikap kebanyakan mereka yang terkesan menyudutkan Azizah.

Tak hanya sikap yang kurang bersahabat, ucapan dan ungkapan pedas yang memojokkan Azizah juga kerap bermunculan. Azizah selalu menenangkanku, “Gak usah terlalu dipikirin, Mas..” Aku juga gak merasa di anak tirikan, koq. Bagiku, mereka semua baik-baik terhadapku. Kalau sekarang tampak kurang akrab, mungkin belum saatnya saja,,,”

Kesabarab dan kesantunan Azizah sering membuatku tersipu malu atas ketidaksabaran diriku sendiri.
                                                                                   ******

Kadang ketidakadilan sikap itu kurasakan. Tapi selalu saja Azizah membuat alasan pembenaran atas ketidakadilan yang justru tertumpahkan atas dirinya. Emosiku selalu tersulut, atas berbagai sikap yang seharusnya lebih membuat marah Azizah.
Tapi, lagi-lagi sikap Azizah menunjukkan kesiapannya atas segala wujud pemojokan atas dirinya itu. “Yang perlu kita khawatirkan, kalau kita berlaku salah dan keliru, sehingga membuat orang lain susah…”

“Kalau ada kecaman terhadap kita, sebaiknya kita berkaca diri saja. Bisa jadi, memang masih ada kekurangan dan kekeliruan yang kita lakukan. Bisa jadi kita berpakaian bagus, ibadah kita baik, amalan kita banyak, tapi ada di antara prilaku kita yang tak sejalan dengan kebaikan-kebaikan itu…”

“Tapi mereka mengecam kita, karna kamu tampil seperti itu, Azizah. Padahal aku tahu, kamu berpakaian begitu karena tuntunan dirimu sebagai muslimah…” sungutku dengan hati jengkel.

“Yah, itu hanya kesalahpahaman saja, Mas. Ketidakpahaman atas sesuatu sering menjadi musuh bagi manusia yang tidak memahaminya itu sendiri. Banyak orang tak mau minum jamu, karena itu dianggap menyusahkan…” kalimat-kalimat yang menyejukkan itulah yang selalu keluar dari mulut Azizah.
                                                                                             ******

Hari itu, Harun bersama istrinya berkunjung ke rumah Bang Doni. Pagi-pagi benar, mereka telah sampai di situ. Tampaknya, bukan rumah Bang Doni yang menjadi tujuan mereka berdua. Karena mereka memarkir mobil CRV mereka di depan rumah dan mereka biarkan dalam kondisi menyala. Ia hanya datang sebentar, untuk menginformasikan sesuatu.
Hanya kira-kira lima menit saja, Monah (istri Harun) sudah berkemas-kemas untuk pergi. Harun juga sudah berpamitan dengan bang Doni.

“Oo ya, Bang. Aku pikir, sebaiknya Abang gak usah ikut lah pengajian-pengajian si Abbas dan Azizah itu..” sambil bangkit, tiba-tiba Harun melontarkan ucapannya itu.

“Lho, kenapa?” tanya bang Doni dengan megernyitkan alisnya.

“Keluarga kita gak terbiasa dengan pemahaman islam ekstrim seperti itu. Yang biasa-biasa aja lah, yang kita dapat dulu dari guru-guru mengaji kita…” saran Harun.

“Ya. Memang begitu. Di pengajian itu, kami dapat ilmu-ilmu yang nyaris sama yang kita dapat waktu mengaji dari para ustadz di langgar dulu..”

“Ah, ya enggak lah bang. Kita gak diajarkan bersikap ekstrim seperti itu…”

“Ekstrim bagaimana, maksudmu Run?” tanya bang Doni.

“Ya, seperti Azizah itu. Soal pakaiannya, cara bergaulnya, semuanya serba ekstrim…”

“Aku belum mengerti…”

“Ah, Abang, bagaimana sih. Pertama, soal ia memakai cadar itu. Mana ada ustadz kita yang mengajarkan demikian? Kedua, soal sudut pandangnya yang sempit dalam masalah pergaulan. Masa, bersalaman saja dengan keluarga sendiri gak mau. Apa kita diajarkan begitu waktu mengaji dulu? Enggak kan?” harun berusaha meyakinkan Bang Doni.

“Wah, mungkin ini yang kamu salah paham, Run. Itu sebenarnya bukan soal perbedaan ilmu, tapi perbedaan amalan…”

“Maksudmu?” tanya harun heran.

“ilmu yang menjadi dasarnya sesungguhnya sama. Aku masih ingat betul koq, waktu guru-guru kita dahulu menceritakan tentang Ummahatul Mukminin, para ibunda kaum muslimin yang mulia itu. Tentang A’isyah, Hafshah, atau yang lainnya. Bukankah mereka sering menyebut-nyebut soal cadar? Yakni bahwa para istri Nabi  itu juga mengenakan cadar?”

“Ah, itu kan di Arab dulu…” sergah Harun.

“Apa syari’at berpakaian bagi wanita itu berbeda, dulu dan sekarang? Menurutmu, jilbab itu apa hukumnya bagi wanita muslimah?” Tanya Bang Doni.

“Kalau jilbab, memang banyak kudengar tentang hukumnya. Sebenarnya wajib. Aku tahu itu…” jawab  Harun.
Bang Doni tersenyum, “Lalu, kenapa kita bedakan antara jilbab yang digunakan kaum muslimah di zaman Nabi  dengan cadar yang juga mereka gunakan setelah zaman beliau?”

“Soal jilbab, kan dalam Al-Qur’an sudah disebutkan. Yang kutahu begitu…”

“Bukankah wajah dan telapak tangan itu bukan aurat bagi wanita muslimah?” tanya Harun.

“Di situ letak persoalannya, Run. Yang kudengar dari penjelasan banyak ustadz dan juga kubaca dari buku-buku tafsir terjemahan, tentang jibab itulah para ulama semenjak dahulu berbeda pendapat. Sebagian menyatakan jilbab itu pakaian yang menutup seluruh tubuh, termasuk wajah dan telapak tangan. Sebagian mengecualikan wajah dan telapak tangan sebagai bukan aurat bagi wanita muslimah. Tapi mesti demikian, mereka sepakat tentang adanya syari’at cadar. Mereka hanya berbeda pendapat, apakah cadar itu wajib atau sunnah…”

“Jadi kalau Azizah memilih mengenakan cadar, tentu tak bias disalahkan. Baik itu dalam posisi disunnahkan atau wajib, wanita muslimah tak bisa disalahkan karena ia mengenakan cadar…” kata Bang Doni menyimpulkan.

“Soal hukum seperti itu aku tak tahu, Bang. Tapi yang kulihat pada diri Azizah, lebih dari sekedar itu. Contohnya soal bersalaman dengan karib kerabat kita. Yang kutahu, ustadz-ustadz kita di mushalla dulu, biasa bersalaman dengan karib kerabat wanitanya?”

Bang Doni geleng-geleng kepala melihat sikap adik keduanyaitu. “Itu juga soal amalan, Run. Artinya, bukan mereka menganggap itu boleh, tapi mereka tak mampu menolak untuk bersalaman. Kamu bisa tanya mereka satu persatu. Bila jujur, para ustadz itu –Insya Allah- akan menjawab bahwa hakikat bersentuhan dengan pria yang bukan mahram, meski masuk dalam kategori kerabat sekalipun, hukumnya haram dalam islam…”

Di muka pintu, monah mendengar percakapan suami dan Abang iparnya itu dengan wajah merona merah. Amarah, rasa kesal dan rasa malu mungkin teraduk menjadi satu dalam hatinya. Rencana akan berangkat cepat-cepat, tak terasa 10 menit lebih Bang Harun dan Bang Doni berdebat sambil berdiri.

“Apapun alasannya, aku gak suka sikap-sikap seperti itu…” kata Harun ketus.

Harun menghela nafas dalam-dalam. Sambil mengangkat bahu, mendesah keras, ia menyalami Abangnya. “Sudahlah, kami pergi dulu Bang…”

Dari dalam bilik kamar, aku dan Azizah mendengarkan percakapan mereka. Semenjak kemarin sore, kami memang bertandang ke rumah Bang Doni, dan semalam kami menginap di rumahnya itu….
                                                                                          ******

<span>Putaran Roda Pedati</span>

Stagnasi bisnisku dan Bang Doni menjadi preseden buruk di tengah keluarga besar kami. Lagi-lagi, Azizah dianggap sebagai biang keladinya. Ia dianggap membidani sikapku dan sikap Bang Doni untuk terlalu ragu mengambil sikap dalam berbisnis.

“Bisnis itu harus berani,” ungkap Bang Harun.,”

“Kalau tak mau berspekulasi, tak usah bergerak di dunia bisnis,” tambah salah seorang pamanku.

“Bisnis bagus koq malah dikebiri,’ sindir Sari suatu saat.

“Azizah biang keladinya,” ujar Monah.

Benar, Azizah memang sering mengingatkanku akan bahaya godaan setan di dunia bisnis.

“Tempat terburuk itu adalah pasar,” begitu sabda Nabi . Itu sering disampaikan Azizah kepadaku. Bukan berarti dagang itu buruk, bahkan ia salah satu pekerjaan terbaik dalam pandangan islam. Tapi untuk mengingatkan bahwa berbisnis berarti bekerja di lingkaran setan. Ada banyak hal yang ahrus dicermati, diperhatikan dan diwaspadai setiap waktu saat kita berbisnis. Antara halal dan haram di dunia dagang, kadang berbatas seujung rambut.
                                                                                             ******

Bisnisku menurut kaca mata Harun, mungkin dianggap jalan di tempat. Tapi aku punya segudang aktivitas yang kubanggakan. Meski tak lagi kuliah, aktivitas memberi pembinaan dan pengajaran di mushallaku, tetap kupertahankan sebatas yang aku mampu. Azizah bahkan menemaniku mengajar remaja-remaja muslimah yang haus akan ilmu-ilmu agama. Di tangannya, para remaja itu bahkan meningkat cepat kemampuannya dalam banyak cabang keilmuan islam yang mereka pelajari.

Selain mengajar kaum remaja, aku punya aktivitas pengajian kaum ibu yang diasuh langsung oleh Azizah istriku. Hanya 2 pekan sekali. Tapi cukuplah buat memotivasi kaum ibu agar semakin rajin menghadiri majelis-majelis ilmu. Senang rasa hati kami karena rumahku pun berguna untuk memberi mamfaat bagi islam dan kaum muslimin.

Kegiatan lain yang kami ikuti tentu saja menghadiri majelis taklim para ustadz, dari mana kami bisa menimba ilmu lebih banyak. Azizah sendiri tak ubahnya anak kecil yang kelaparan, hadir dan berintraksi dengan banyak pengajian serta majelis taklim yang ada. Aku pun tak mau kalah, semenjak menikah, semangat mengajiku semakin menggebu-gebu.
                                                                                               ******

<span>Tangisan Azizah</span>

Azizah bukanlah wanita yang sempurna, dalam makna yang seutuhnya. Ia wanita muslimah biasa yang sedang berjuang menyempurnakan imannya.

Hidup Azizah penuh senyuman. Namun batinnya bukan benda mati yang tak mempan diterpa kesedihan, rasa muram atau kekecewaan. Senyumnya tak selalu menggambarkan kondisi hatinya yang sesungguhnya. Semua kita tentu bisa bermuram durja, sedih atau kecewa bukan kepalang. Azizah memiliki keterbatasan-keterbatasan, kelemahan dan kealpaan seperti wanita pada umumnya.

Berbagai kecaman dan anggapan miring dari karib kerabatku, tak membuat Azizah bersedih, atau memikirkannya hingga mempersulit diri. Tapi ada satu hal yang kutahu benar mampu membuatnya berduka dan menitikkan air mata.

Pernah ada tetangga yang datang ke rumah saat kami pergi, ternyata ia ingin meminjam sejumlah uang dari kami untuk biaya berobat ke rumah sakit. Karena kami tidak ada, ia beralih meminjam uang dari tetangga sebelah kami. Mendengar hal itu dituturkan oleh tetangga depan rumah kami, Azizah pun menangis. Kehilangan kesempatan  menolong orang baginya adalah musibah.

Kian hari, kian kenal lah aku dengan tabiat Azizah itu. Ternyata ia tipikal wanita yang sangat mudah menangis, bila tak sempat memberikan pertolongan kepada orang di saat ia mampun melakukannya. Semenjak kecil, jiwa penyayangnya memang demikian besar.
                                                                                          ******

Seperti sudah kubilang di atas, shalat malam adalah saat air mata Azizah sering tertumpah. Melihatnya, aku teringat riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah  juga sering menangis saat shalat di tengah malam.

Aku jadi bagian penikmat ‘candu’ itu kini. Setiap malam, mataku sulit terpejam. Khawatir kesempatan bangun malam terjegal oleh kemampuan tidurku yang kelebihan dosis itu. Tapi, saat aku pun nyenyak tidur, Azizaah dengan lembut sering menyentuh dan memijat-mijat bahuku, “Shalat, Mas…”

Mendengar itu, aku tak pernah bersengketa dengan rasa kantukku. Aku segera bangkit, membasuh kedua tangan dan berwudhu’. Bila aku terlambat bangun, biasanya Azizah membangunkanku saat ia sudah menghabiskan 4 rakaat penuh sambil berdiri panjang

( penulis ibnu musa as-sasakiy)  (Bersambung, Insya Allah)

JADILAH SEPERTI AZIZAH,,,,!!!! (PART KE-1)

Rasulullah  bersabda: "Dan isteri shalehah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-sebaik (harta) yang disimpan manusia."(HR. Baihaqi dalam Syu'abul Iman, Shahihul jami' 4285) .

Mari kita simak, tatkala Abbas menceritakan sebaik-baik harta simpanan yang ia miliki….!!!!

Bidadari Dalam Pingitan

Ia tinggal cukup jauh dari lokasi di mana aku tinggal. Ia dan orang tuanya kelahiran jawah tengah, dan sudah 15 tahun tinggal di Jakarta. Gadis itu sendiri baru tiga tahun tinggal bersama orang tuanya di Jakarta, karena separuh hidupnya dihabiskan di pesantren.

Pak Jasmin -begitu nama calon bapak mertuaku itu- memanggil putrinya, untuk segera keluar menemui kami. Tiba-tiba hatiku berdegup kencang.

“Nak, ini putriku, Azizah…”

Tanpa sadar, aku memandanginya dengan panik, terkesima lalu bingung tak menentu. Ia  gadis muda yang mengenakan jubah berwarna coklat kehitaman, jilbab lebar dengan warna yang serupa, serta –ini yang membuatku terperangah- secarik cadar menutupi wajahnya!

Saat ia menanyakan yang aku bias dan aku tahu dari ilmu-ilmu keislaman, aku kelabakan. Ia tanya berapa juz dari Al-Qur’an yang aku hafal. Kubilang, kubilang 2 juz, itupun hanya satu yang aku hafal benar. Ia tertawa  ringan (senyum). Maklum, hafalannya saat ini –berdasarkan pernyataannya saat itu- 16 juz. Karena katanya, ia tidak focus menghafal Al-Qur’an saat mondok dulu.

“Bisa berbahasa Arab?”

“Enggak,,” jawabku jujur.
Sebagian pertanyaan kujawab dengan sebisaku, sebagian lagi tak bias kujawab sama sekali. Dan berkali-kali ia tertawa renyah dengan suara tertahan.

                                                                                         ******

Satu pekan berlalu. Di pagi yang sejuk, pada hari ahad, HP-ku berdering. Ternyata panggilan dari pak jasmine. Kembali dadaku berdegup kencang, was-was dan prihatin. Segera kuangkat dan yang kudengar, hanya sebuah kalimat singkat yang seolah menjebakku dalam kegugupan, “Putriku sudah memutuskan, untuk menerima pinanganmu..” Hatiku bersorak.

Betapa jiwaku bagai terbang ke angkasa luas, membayangkan aku akan mempersunting gadis muslimah sealim dan seshalihah Azizah. Ia tak hanya shalihah, tapi juga cantik dan cerdas, soal cantik, itu ada dalam ukuranku sendiri. Karena kecantikan itu relative. Inner beauty murni yang menyemburat dari dalam jiwa Azizah, membuatnya tampak jauh lebih cantik dari kecantikan fisik yang dia miliki.

Kenapa akhirnya ia menerima pinanganku, itu yang aku tak habis piker. Dilihat dari hasil wawancara atau lebih tepatnya interogasi kemarin, jelas aku gagal total. Aku layak disebut pecundang. Soal penampilan fisik, aku juga jauh dari ganteng. Kondisiku dihadapannya kemarin,, lebih menyerupai pecundang ketimbang pria yang akan datang mempersunting gadis idamannya.

Karena aku kaya???

Terbukti, bahwa ternyata Azizah belum mengetahui latar belakang  kondisi perekonomianku, kecuali setelah kami merancang hari pernikahan kami.
                                                                                               ******

Bersama Bang Doni (kakak pertamaku), aku dating melamar Azizah. Selama di perjalanan, Bang Doni tak habis-habisnya mengungkapkan keheranannya, karena aku bias melamar gadis seshalihah Azizah.

“Jomplang, betul-betul jomplang…”

“Apa maksudnya, Bang?”

“Kamu, dengan calon istrimu itu, sungguh  jomplang..”

“Entah kamu yang kelewat beruntung atau si Azizah itu yang sedang kurang sadar dengan pilihannya…”

Sesampainya di rumah pak jasmine, kami langsung disambut oleh beliau dan istrinya. Tak lama, Azizah juga keluar menemui kami. Tanpa banyak berbasa-basi kami langsung masuk ke topik persoalan. Doni mewakili keluarga besar kami, menyatakan melamar Azizah untuk dinikahkan denganku.

“Kalau begitu tinggal kita tentukan hari pernikahannya….”tutur pak jasmine.

<span>Hidup Itu Indah</span>

Dua pekan sejak waktu acara pelamaran tersebut, akhirnya aku resmi menjadi suami Azizah. Kami menikah dengan perhelatan sederhana. Azizah yang menghendaki demikian.

Di malam pernikahan kami, aku mengamalkan segala yang pernah kubaca tentang hal-hal yang disunnahkan bagi mempelai pria, terhadap mempelai wanita. Di situ ada acara member segelas susu segar. Ada obrolan-obrolan santai pencair suasana. Ada acara sholat sunnah berjama’ah. Semua sunnah itu sudah pernah kubaca, dan saat itu kupraktikkan pada istriku, Azizah.

Tapi, pada saat aku memegang kepala istriku, ingin membacakan do’a yang disunnahkan, hafalanku mendadak macet. Aku tak ingat lagi lafal do’a tersebut. Kucoba mengingat-ngingatnya hingga beberapa menit, tak juga muncul. Aku panic. Kini aku hanya memegangi kepala Azizah, sambil bibirku menggumamkan potongan-potongan kalimat yang tak jelas.

“Lupa bacaannya?”

“Aku mengangguk malu”

Azizah tersenyum geli, tapi ia segera mengajariku kembali bacaan tersebut. Do’a yang memang baru dua hari yang lau aku kuhafal itu, tapi seolah-olah baru kali ini pula aku dengar. Berkali-kali Azizah mengulangi bacaan itu agar aku bias menghafalnya di luar kepala, namun kegugupanku membuatku gagal menghafalnya.

Azizah bangkit dengan masih tersenyum, mengambil sebuah pena dari laci meja kecil di sudut kamarnya, lau menyobek selembar kertas dari sebuah buku tulis kecil yang terletak di atas meja tersebut, kemudian menuliskan do’a itu untukku. Adegan itu terpaksa kuul;angi lagi. Aku memegang kepala istriku tersebut, sambil mengucapkan do’a yang tertera jelas, dengan tulisan tangan yang indah dan mudah kubaca.
                                                                                        ******

Adalah keindahan tersendiri memaknai hari-hari pernikahan dengan saling mengenal, saling memupuk cinta kasih, saling member dan menerima yang terbaik, saling bertukar pengalaman, dan saling belajar satu dari yang lain.

Untuk hal terakhir yang kusebutkan, seperti pembaca sudah ketahui, aku dipihak yang lebih banyak menerima ketimbang member. Soal ilmu bisnis dan perdagangan, aku boleh berlagak memberi kuliah kepada istriku. Tapi soal ilmu agama, aku kini muridnya yang paling patuh.

Azizah wanita muslimah yang cemerlang. Ia memiliki banyak gagasan untuk membuat suasana belajar kami larut dalam cengkrama yang indah. Ilmu-ilmu yang ia sampaikan mengalir bersama ide-ide kami mengisi kebersamaankami sebagai pasutri baru. Ia tak berpah terkesan mengajariku apa-apa. Karena setiap ucapan, tindakan dan prilakunya, selalu mudh kutafsirkan sendiri sebagai pelajaran.

Tentu indah membayangkan, bercengkrama sambil belajar banyak hal bukan?

Istriku senang mendengarkan pengalaman-pengalaman hidupku. Saat mendengar, matanya kerap ter beliak. Kadang ada tercengang, terperangah dan terkaget-kaget. Kadang ia tertawa, merasa gelid an lucu. Tapi terkadang juga mendesis dengan nada khawatir.

“Banyak yang kupelajari dalam buku, dan kudapatkan pada dirimu, Mas…”komentarnya suatu saat.

“Ah, bikin aku ge-er aja nih…”

“Betul.  Banyak pengalaman seperti yang Mas alami, yang pernah aku baca dalam buku…”tegas istriku meyakinkan.

“Lebih banyak pahitnya…”

“Justru dari kepahitan, kita bias mengecap nikmatnya manis…”

”Masya Allah…” kupandangi Azizah. Senyumnya mengembang.

“Nah, mari kita pelajari sama-sama, pengalaman demi pengalaman yang Mas alami. Untuk membangun rumah tangga yang siap segalanya menghadapi beragam problematikanya, kita perlu belajar dari kebaikan dan keburukan masa lalu…”
Suatu hari Azizah mengatakan: “Mas gak boleh terlalu sungkan terhadapku. Aku ini istrimu. Bukankah istri itu adalah belahan jiwa suami…?”

Aku memandangi istriku itu. Bibirku menyunggingkan senyum. “Aku hanya khawatir berbuat dan berkata salah, Azizah. Aku sudah capek hidup dengan segala kekeliruan selama ini…”

“Aku menyukai sikapmu itu, Mas. Tapi, segala sesuatu gak boleh berlebihan kan? Karena takut godaan wanita, maka tak mau kawin. Takut tergoda nafsu, lalu setiap hari berpuasa. Takut mimpi buruk, lalu tak pernah tidur. Semua itu tak benar kan?” sanggahnya.

Aku tersenyum lagi.
                                                                                                 ******

<span>Yang Selalu Menyenangkan Bila Dipandang</span>

Yang kutahu, itu adalah salah satu tanda wanita shaliahah, Azizah memilikinya. Ia tipikal istri yang tahu betul bagaimana membuat suaminya senang, sekerap apapun aku memandangnya, senyum seperti terpatri di bibirnya. Serumit apapun suasana yang sedang kami rasakan, senyum itu tak pernah lepas. Dari senyumnya itu aku seperti diajari untuk mengerti makna sebuah ketulusan.

Tulus benar ia menyambutku setiap aku pulang kerja seharian. Senyumnya akan mengaliri jiwaku dengan kesejukan. Aku mengerti betul kekuatan sebuah senyuman, saat Azizah mengobral senyumya kepadaku di saat-saat aku membutuhkannya. The power of smile, begitu aku menyebutnya.

Ia memilih baju-baju yang terbaik, justru saat ia sedang berduaan bersamaku. Baju-baju dengan kualitas nomor dua, ia gunakan saat bersamaku menerima tamu. Dan yang kualitas  nomor tiga, ia pakai bila keluar berbelanja, atau aktivitas lain yang ia nanggap berguna. Berdandan di hadapanku adalah adalah kegemarannya.

“Gak usah sering-sering membelikan baju, Mas. Lebih baik, sebagian penghasilan Mas sedekahkan…”semakin menambah indah pemberianku.

Saat aku mengajaknya berbelanja, yang sering ia beli adalah buku dan tabloid masak. Ia bukan koki yang handal memang. Pesantren tentu tak mendidiknya untuk menjadi juru masak. Namun nyaris setiap hari, ia belajar menu baru, dan mencoba memasaknya. Kegagalannya dalam mempraktikkan sebuah resep, bagiku adalah kelucuan tersendiri.

Kami sering tertawa bersama, karena rasa makanan yang dia olah membentuk cita rasa yang aneh. Ia akan menumpahkan kekesalannya dengan mengganyang habis makanan itu di hadapanku. Bila demikian, biasanya akupun berlomba dengannya menghabiskan makanan tersebut. Senang sekali.

Memandangnya saat bekerja sama adalah kesenangan tersendiri bagiku. Hal yang paling aku senangi dari Azizah adalah responnya pada setiap ucapanku. Saat aku berbicara dengannya, reaksi pertamanya adalah mendengarkan ucapanku baik-baik. Ia akan tersenyum bila diperlukan. Dan ia akan memasang mimik sedih, bila itu yang kuharapkan.
                                                                                         ******

Pagi itu begitu cerah. Berdua kami menyisiri jalan-jalan kecil yang kami sebut MHT, alias Moehamad Husni Tamrin, di dekat rumahku, hingga mengarah ke pinggir jalan besar. Beberapa pedagang makanan, seperti bubur ayam, penjual lauk pauk matang yang menyediakan semur jengkol, telor balado, hingga penjual nasi sarapan yang menjajakkan ketan khas betawi, lontong dan nasi uduk, berjejer di tepi-tepi jalan. Kebetulan kami ingin mencari kudapan, buat sarapan di rumah.

Serombongan anak kecil yang hendak berangkat sekolah, menyusul kami keluar  hingga ke jalan raya, karena bus sekolah mereka sudah menanti di depan.

“Ninja, ninja…” mereka berlari sambil meneriakkan kata itu, menyindir istriku yang bercadar.

Emosiku tiba-tiba saja naik, namun Azizah menyentuh telapak tangan kananku dengan telapak tangan kirinya yang terbalut sarung tangan. Isyarat agar aku menahan emosiku.

“Biar aja, Mas. Namanya anak-anak. Mereka belum ngerti…”

Aku mengurungkan iatku mengejar mereka. Aku sebenarnya juga bukan tipikal orang yang begitu mudah mengumbar emosi. Tapi entahlah, bila istriku yang dihina, sulit bagiku menahan emosiku.

“Manusia sering menjadi musuh dari apa yang dia tidak ketahui. Apalagi anak-anak. Mereka malah patut dikasihani. Mereka hanya korban dari pendidikan yang salah, atau lingkungan yang kurang mendidik…”jabarnya bijak.

Aku sampai berhenti mendadak, saat tiba-tiba aku sudah sampai disebuah warung yag memang sudah lama menjadi langgananku di masa lajang. Bersama Azizah aku memasuki warung tersebut.

“Ooo, tumben, sudah berapa hari nggak kemari…”sapa ibu pemilik warung itu.

Ibu pemilik warung itu memang sudah megenal istriku semenjak kami menikah. Dan setiap pecan, minimal 3 atau 4 hari aku bersama Azizah mampir di warung itu di pagi hari, untuk membeli sarapan.

Semula, ibu itu juga kaget melihat tampilan istriku yang serba tertutup. Dalam pandanganyya, wanita dengan tampilan seperti itu menyimpan sejuta misteri yang mengundang kekhawatiran. Tapi, begitu ia mengenal Azizah, ia malah balik menyukainya bukan main. Ia menjadi begitu akrab, bahkan tak jarang ia main ke rumah kami.

“Gak papa kan, saya berkunjung ke rumah?” tanya pemilik warung yang biasa kami sapa bu Darso itu, suatu pagi.

“Lho, memangnya kenapa? Boleh aja, Bu. Pintu rumah kami terbuka lebar,”jawab Azizah. Senyumnya mengembang menahan geli.

“Bukan begitu. Ada sebagian wanita yang berjilbab lebar sepertimu itu, nggak mau kalau rumahnya dikunjungi tamu. Malah kami dengar, kalau ada tamu dating, lantai yang diinjak tamu, atau apapun yang disentuh tamu, akan dicuci atau dibilas sebersih-bersihnya…”kisahnya serius.

“Wah, wah, wah. Ya kalau ada yang bersikap seperti begitu, jelas tidak benar. Setiap muslim dan muslimah itu saling bersudara. Masak menyikapi saudara seperti menyikapi benda najis saja…? Jelas Azizah.

“He, he, he. Iya juga ya. Tapi kapan aku boleh berkunjung ke rumah? Sejak kalian menikah, aku nggak pernah mampir ke rumah Mas Abbas lagi…”

“Kapan saja bu, asal jangan tengah malem saja…” guarau Azizah

Bu Darso tertawa. “Wualaaah, memangnya saya ini maling Mbak Zizah…heee”

Tak hanya dengan bu Darso, dengan setiap tetangga istriku selalu bersikap ramah. Image yang berkembang bahwawanita-wanita yang betjilbab rapat itu tidak bisa berinteraksi dengan para tetangganya, eksklusif dan cenedrung mengannggap orang lain, kini putus dalam pandangan para tetanggaku. Sikap santun dan raamh Azizah setiap hari, mengenyahkan pikiran mereka image buruk seperit itu.




 ( penulis ibnu musa as-sasakiy)                                                          (Bersambung, Insya Allah)

Tuesday, March 15, 2011

hati ku kembali sakit oleh cinta!!



Mabuk Cinta Ibnu Qoyyim al Jauziyah.

Salah satu tipu daya setan adalah fitnah yang di timpakannya kepada mereka yang di landa mabuk cinta kepada seseorang.
Demi Allah,ini merupakan fitnah dan bencana yang sangat besar,yang menjadikan nafsu menghambakan diri kepada selain penciptanya, yang menaklukkan hati kepada kekasih yang di gandrunginya yang akan menimpakan kehinaan kepadanya,yang menyalakan peperangan antara mabuk cinta dan tauhid,dan yang mengajak untuk memberikan kesetiaan kepada setan durhaka.
Ia menjadikan hati sebagai tawanan hawa nafsu,sebaliknya menjadikan hawa nafsu sebagai hakim dan pemimpinnya.Di penuhinya hati dengan bencana dan fitnah,di halanginya dari kebenaran,dan di palingkannya dari jalan yang lurus.Ia berteriak di pasar perbudakan,menawarkan hati kemudian menjualnya sengan harga yang murah.Di berikannya imbalan yang rendah kepada hati,sebagai ganti dari imbalan yang bernilai tinggi,yaitu kamar kamar surga, dan lebih dari itu adalah kedekatan dengan AR-Rahman.
Lantas, hati merasa tentram berada di sisi kekasih yang hina itu,padahal derita yang di rasakannya berlipat ganda di bandingkan dengan kenikmatan yang diperolehnya,kedekatan dengannya merupakan sebab terbesar kesengsaraannya. Padahal,alangkah cepatnya seorang kekasih berubah menjadi musuh! alangkah cepatnya seorang kekasih meninggalkan kekasihnya,sampai sampai seperti tidak pernah menjadi seorang kekasih.
Andaikata seseorang bisa bersenang-senang dengan kekasihnya di dunia ini,namun tidak lama lagi ia pasti mendapat penderitaan yang lebih besar padanya,apalagi di hari ketika para kekasih telah menjadi musuh bagi kekasihnya,kecuali orang-orang yang bertaqwa.(1)
Betapa meruginya orang yang mabuk cinta,yang telah menjual dirinya kepada selain”KEKASIH PERTAMA” dengan harga murah dan kenikmatan sesaat; begitu kelezatannya hilang,tinggallah tanggung jawabnya; begitu manfaatnya hilang,tinggallah mudharatnya;begitu kenikmatannya hilang,tinggallah kesengsaraannya; dan begitu kebahagiaannya hilang,tinggallah penyesalannya.
Duhai,kasihinilah orang yang mabuk cinta yang memiliki dua macam duka cita:-Duka karena tidak mendapatkan “KEKASIH YANG MAHA TINGGI”serta kenikmatan yang abadi.-Duka karena kepayahan dan siksa pedih yang musti di tanggungnya.
Pada hari itu ,orang yang tertipu mengetahui perdagangan apakah yang telah di sia-siakannya serta mengatakan bahwa orang yang selama ini telah memperbudak dirinya dan menguasai hatinya,sebenarnya tidak layak dirinya menjadi pembantu dan pengikut orang itu. Musibah apakah yang lebih besar daripada seorang raja yang di turunkan dari tahta kerajaannya,di jadikan sebagai tawanan orang yang tidak pantas menjadi tuannya,seta di paksa untuk mematuhi segala perintah dan larangannya? Jika anda melihat hatinya ketika ia bersama orang yang di cintainya,niscaya anda melihatnya:
Ibarat burung di genggaman seorang bocahYang menimpakan berbagai penderitaan kepadanyaSedangkan si bocah bergembira dan bermainJika anda melihat keadaan dirinya dan kehidupannya,niscaya Anda akan berkomentar:Tiadalah di muka bumi ini orang yang lebih menderita daripada seorang yang di mabuk cintaMeski hawa nafsunya memperoleh kenikmatanKau lihat,ia menangis setiap saatsebab takut berpisah,atau karena rinduMenangis ketika mereka jauh,karena rindu kepada merekaJuga menangis ketika mereka dekat,karena takut berpisahAndaikata Anda melihat tidur dan istirahatnya,Niscaya anda mengetahui bahwa cinta dan tidur telah berjanji dan bersepakat untuk tidak akan pernah bertemu. Jika Anda melihat simbah air matanya dan gejolak api di dalam dirinya,niscaya Anda membaca syair:
Maha Suci RABB ‘ARSY yang menciptanya dengan sempurnaYang menjadikan hal-hal yang berlawanan tanpa penolakanTetes airmata,muncul dari gejolak api di dalam diriair dan api berada di satu tempatAndaikata anda bisa melihat masuk dan merasuknya cinta kedalam hati,niscaya Anda mengetahui bahwa cinta itu lebih halus cara masuknya ke dalamnya,daripada masuknya roh kedalam badan.
Pantaskah orang yang berakal menjual”raja yang di taati” ini kepada siapa yang akan menimpakan siksaan buruk kepadanya dan yang menciptakan pembatas tebal antara dirinya dan Wali Maulanya yang Haq, yang senantiasa di butuhkannya?
Seseorang yang mabuk cinta ibarat mayat bagi yang di cintainya.Ia juga budak yang tunduk dan patuh kepadanya.Jika di panggil ,ia datang menyambut.Jika di tanyakan kepadanya;”apa yang kamu angankan?”
Maka yang di cintainya adalah puncak segala angannya. ia tidak bisa memperoleh ketentraman dan ketenangan pada selainnya.
Sungguh sepantasnyalah jika ia tidak menyerahkan penghambaan dirinya kecuali kepada sang kekasih dan tidak menjual bagiaannya darinya dengan penukar yang rendah.
Di salin ulang dari Ighatsatul lahfam Min mashayidisy Syaithan (menyelamatkan hati dari tipu daya setan jilid 2,hal:285-287) penerbit Al-Qowam
(1).Itu terjadi pada hari kiamat.sebagaimana firman allah ta’ala dalam surat Az-Zaukhruh ayat 66-67.”mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya.Teman-teman akrab pada hari itu sebaiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa”.
Salah satu tipu daya setan adalah fitnah yang di timpakannya kepada mereka yang di landa mabuk cinta kepada seseorang.
Demi Allah,ini merupakan fitnah dan bencana yang sangat besar,yang menjadikan nafsu menghambakan diri kepada selain penciptanya, yang menaklukkan hati kepada kekasih yang di gandrunginya yang akan menimpakan kehinaan kepadanya,yang menyalakan peperangan antara mabuk cinta dan tauhid,dan yang mengajak untuk memberikan kesetiaan kepada setan durhaka.
Ia menjadikan hati sebagai tawanan hawa nafsu,sebaliknya menjadikan hawa nafsu sebagai hakim dan pemimpinnya.Di penuhinya hati dengan bencana dan fitnah,di halanginya dari kebenaran,dan di palingkannya dari jalan yang lurus.Ia berteriak di pasar perbudakan,menawarkan hati kemudian menjualnya sengan harga yang murah.Di berikannya imbalan yang rendah kepada hati,sebagai ganti dari imbalan yang bernilai tinggi,yaitu kamar kamar surga, dan lebih dari itu adalah kedekatan dengan AR-Rahman.
Lantas, hati merasa tentram berada di sisi kekasih yang hina itu,padahal derita yang di rasakannya berlipat ganda di bandingkan dengan kenikmatan yang diperolehnya,kedekatan dengannya merupakan sebab terbesar kesengsaraannya. Padahal,alangkah cepatnya seorang kekasih berubah menjadi musuh! alangkah cepatnya seorang kekasih meninggalkan kekasihnya,sampai sampai seperti tidak pernah menjadi seorang kekasih.
Andaikata seseorang bisa bersenang-senang dengan kekasihnya di dunia ini,namun tidak lama lagi ia pasti mendapat penderitaan yang lebih besar padanya,apalagi di hari ketika para kekasih telah menjadi musuh bagi kekasihnya,kecuali orang-orang yang bertaqwa.(1)
Betapa meruginya orang yang mabuk cinta,yang telah menjual dirinya kepada selain”KEKASIH PERTAMA” dengan harga murah dan kenikmatan sesaat; begitu kelezatannya hilang,tinggallah tanggung jawabnya; begitu manfaatnya hilang,tinggallah mudharatnya;begitu kenikmatannya hilang,tinggallah kesengsaraannya; dan begitu kebahagiaannya hilang,tinggallah penyesalannya.
Duhai,kasihinilah orang yang mabuk cinta yang memiliki dua macam duka cita:-Duka karena tidak mendapatkan “KEKASIH YANG MAHA TINGGI”serta kenikmatan yang abadi.-Duka karena kepayahan dan siksa pedih yang musti di tanggungnya.
Pada hari itu ,orang yang tertipu mengetahui perdagangan apakah yang telah di sia-siakannya serta mengatakan bahwa orang yang selama ini telah memperbudak dirinya dan menguasai hatinya,sebenarnya tidak layak dirinya menjadi pembantu dan pengikut orang itu. Musibah apakah yang lebih besar daripada seorang raja yang di turunkan dari tahta kerajaannya,di jadikan sebagai tawanan orang yang tidak pantas menjadi tuannya,seta di paksa untuk mematuhi segala perintah dan larangannya? Jika anda melihat hatinya ketika ia bersama orang yang di cintainya,niscaya anda melihatnya:
Ibarat burung di genggaman seorang bocahYang menimpakan berbagai penderitaan kepadanyaSedangkan si bocah bergembira dan bermainJika anda melihat keadaan dirinya dan kehidupannya,niscaya Anda akan berkomentar:Tiadalah di muka bumi ini orang yang lebih menderita daripada seorang yang di mabuk cintaMeski hawa nafsunya memperoleh kenikmatanKau lihat,ia menangis setiap saatsebab takut berpisah,atau karena rinduMenangis ketika mereka jauh,karena rindu kepada merekaJuga menangis ketika mereka dekat,karena takut berpisahAndaikata Anda melihat tidur dan istirahatnya,Niscaya anda mengetahui bahwa cinta dan tidur telah berjanji dan bersepakat untuk tidak akan pernah bertemu. Jika Anda melihat simbah air matanya dan gejolak api di dalam dirinya,niscaya Anda membaca syair:
Maha Suci RABB ‘ARSY yang menciptanya dengan sempurnaYang menjadikan hal-hal yang berlawanan tanpa penolakanTetes airmata,muncul dari gejolak api di dalam diriair dan api berada di satu tempatAndaikata anda bisa melihat masuk dan merasuknya cinta kedalam hati,niscaya Anda mengetahui bahwa cinta itu lebih halus cara masuknya ke dalamnya,daripada masuknya roh kedalam badan.
Pantaskah orang yang berakal menjual”raja yang di taati” ini kepada siapa yang akan menimpakan siksaan buruk kepadanya dan yang menciptakan pembatas tebal antara dirinya dan Wali Maulanya yang Haq, yang senantiasa di butuhkannya?
Seseorang yang mabuk cinta ibarat mayat bagi yang di cintainya.Ia juga budak yang tunduk dan patuh kepadanya.Jika di panggil ,ia datang menyambut.Jika di tanyakan kepadanya;”apa yang kamu angankan?”
Maka yang di cintainya adalah puncak segala angannya. ia tidak bisa memperoleh ketentraman dan ketenangan pada selainnya.
Sungguh sepantasnyalah jika ia tidak menyerahkan penghambaan dirinya kecuali kepada sang kekasih dan tidak menjual bagiaannya darinya dengan penukar yang rendah.
Di salin ulang dari Ighatsatul lahfam Min mashayidisy Syaithan (menyelamatkan hati dari tipu daya setan jilid 2,hal:285-287) penerbit Al-Qowam
(1).Itu terjadi pada hari kiamat.sebagaimana firman allah ta’ala dalam surat Az-Zaukhruh ayat 66-67.”mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya.Teman-teman akrab pada hari itu sebaiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa”.